“Total Rp340 Juta Dana Desa DIKecamatan Jonggol Dipertanyakan?BUMDes Baru Sah 2024, Tapi Proyek Wisata Sudah Berjalan Sejak 2020”
BOGOR, mediaglobal.info – Kepala Desa (Kades) berinisial AY di Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kembali menjadi sorotan atas dugaan penyimpangan pengelolaan Dana Desa (DD) dan praktik jual beli proyek. Polemik ini mencuat setelah pernyataan Kades dinilai tidak konsisten terkait legalitas Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) dan pengelolaan objek wisata di bantaran Sungai Cipamingkis yang diduga tidak mengacu pada aturan yang telah dikeluarkan Kementerian (PUPR).
Kades AY dituding serta diduga melakukan bridging (jual beli proyek) dalam pengadaan Penerangan Jalan Umum (PJU) Dana Desa kepada pihak ketiga tanpa kejelasan legalitas perusahaan yang terlibat. Hal ini memicu kecaman dari pemerhati sosial dan pengawas penggunaan anggaran desa.
Selain itu, kontradiksi pernyataan Kades terkait legalitas BUMDES memperkeruh situasi. AY mengklaim BUMDES baru memiliki badan hukum pada 2024, namun saat dikonfirmasi langsung oleh awak media pada tanggal 1-5-2025 malam, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pengelolaan wisata telah berjalan sejak 2020 dengan menggunakan Dana Desa ujar AY.
Investigasi tim media menemukan bahwa Dana Desa digunakan untuk penyertaan modal BUMDes untuk salah satu sektor pemanfaatan potensi keindahan alam (Pariwisata) sejak tahun 2020-2023 sesuai Rencana Kegiatan dan Anggaran Desa (RKAD). Pembiayaan tahun 2020 tahap 1, Penyertaan Modal BUMDes (Penyertaan modal desa) dengan nilai Rp. 40 juta.
Di tahap 3 DD TA-2021 dengan keterangan Pembiayaan penyertaan Modal BUMDes (Penyertaan Modal BUMDes untuk membangun pariwisata desa ) dengan nilai Rp.120 juta dan DD TA-2022 Tahap 3 Rp.100 juta Serta Dana Desa Tahap 3 tahun 2023 dengan nilai anggaran Rp.80juta. Dengan Total mencapai : Rp340 juta.
Padahal, BUMDES baru sah secara hukum di tahun 2024, sehingga penggunaan dana sebelum tahun tersebut patut dipertanyakan.
Objek wisata Curug Niagara Cadas yang dikelola BUMDes juga menuai kritik karena diduga melanggar ketentuan batas sempadan sungai. Berdasarkan Permen (PUPR) No.28/PRT/M/2015,Batas sempadan sungai dengan lebar sungai antara 10 – 50 meter,baru bisa didirikan bangunan atau sejenisnya minimal 30 meter dari tepi/bibir sungai.Namun pada kenyataannya, lokasi wisata saat ini sudah berdiri Bangunan dan juga sudah beroperasi. Sayangnya bangunan tersebut diduga hanya berjarak kurang lebih 2 – 5 meter dari bibir sungai. Sehingga kemungkinan resiko seperti erosi dan longsor sangat tinggi yang pastinya sangat menghawatirkan bagi keselamatan pengunjung.
M. Said Setiawan, pemerhati tata kelola desa, mendesak Pemkab Bogor segera melakukan audit investigasi terhadap pengelolaan Dana Desa oleh Kades AY dari 2020 hingga 2024.
”Seorang pemimpin wajib transparan dan akuntabel. Jika ada indikasi penyimpangan, harus segera ditindak,” tegas M. Said.
Dia juga menyoroti terkait program ketahanan pangan di wilayah desa tersebut mengingat ketahanan pangan (Ketepang) adalah skala prioritas utama bagi setiap desa.
Kades AY pada saat dikonfirmasi kembali oleh awak media membantah adanya pelanggaran dan menegaskan bahwa BUMDES resmi berdiri di 2024. Ia mengklaim objek wisata yang dikelola telah meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PAD) dengan penjualan tiket mencapai ribuan lembar per hari.
”Kami membantu perekonomian warga. Wisata ini sudah viral dan berharap bisa mendatangkan investor,”ujarnya.
Namun, ketidak jelasan alokasi dana sebelum 2024 dan pelanggaran aturan batas tepi sempadan sungai tetap menjadi pertanyaan besar. Publik menuntut Pemkab Bogor dan Kejaksaan turun tangan mengusut dugaan KKN ini.
Pemkab Bogor diminta segera audit Dana Desa. Selain itu, Kementerian PUPR didorong menertibkan pelanggaran sempadan sungai yang sangat membahayakan keselamatan banyak orang. Dalam hal ini pun LSM dan masyarakat diharapkan terus mengawal transparansi anggaran di desa tersebut.
(Tim/Red)