Ali Wongso Ketum SOKSI : MK Berwenang Tiadakan Pembatasan Usia Capres -Cawapres Dalam UU Pemilu.
JAKARTA – GLOBALINDONESIA.com
Menanggapi issu aktual akhir-akhir ini terkait pengaturan batasan usia Capres -Cawapres dalam UU Pemilu yang sedang diuji materiil dalam perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 di Mahkamah Konstitusi (MK) yang rencananya akan diputuskan oleh MK minggu depan, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia) Ir. Ali Wongso Sinaga menyatakan berdasarkan Pasal 24 C UUD 1945, MK berwewenang meniadakan pengaturan pembatasan usia Capres/Cawapres dengan memutuskan bahwa huruf (q) Pasal 169 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur “Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” tidak lagi berkekuatan hukum yang mengikat karena bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (3) UUD 1945 yang mengamanatkan “setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”
SOKSI mendukung putusan MK demikian itu untuk penegakan Konstitusi didalam setiap UU sesuai tugas konstitusional MK, sekaligus putusan itu akan berdampak positif terhadap perluasan basis rekrutmen Capres-Cawapres dalam rangka mewujudkan kepemimpinan nasional yang kuat dan efektif menjawab tantangan bangsa lima hingga limabelas tahun kedepan guna meletakkan landasan kuat untuk menjemput Indonesia Emas 2045, tegas politisi senior Partai Golkar gemblengan Pendiri SOKSI dan Golkar Prof. Dr.Suhardiman itu kepada wartawan di Jakarta pada Rabu (11/10/2023) didampingi Bendahara Umum Depinas SOKSI,Dr.KGPH.MK. Hasanuddin dan Sekjen Depinas SOKSI Dr. Iliyas Indra.
Dr.KGPH Hasanuddin Bendum SOKSI menambahkan bahwa SOKSI selama ini mengamati melalui media sosial dan media lainnya betapa besarnya animo masyarakat akan sosok pemimpin muda sebagai harapan baru untuk Indonesia maju kedepan. Karena itu putusan MK yang kita harapkan meniadakan pembatasan usia minimal Capres-Cawapres itu sangat penting bahkan urgent karena akan memastikan perluasan basis rekrutmen Capres-Cawapres dari kalangan generasi muda sesuai animo Masyarakat luas.
Lebih lanjut Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar itu menambahkan paling tidak, ada tiga substansi pertimbangan rasional bagi SOKSI dalam mendasari pandangan dan sikap ini, yaitu :
Pertama, pembatasan usia minimal atau maksimal Capres-Cawapres adalah tidak adil sifatnya karena usia seseorang warga negara maknanya adalah bukan pilihan seseorang warga negara itu, tetapi adalah keharusan yang alamiah sifatnya dan melekat pada diri seseorang warga negara dalam menjalani usianya sejak kelahirannya, sehingga jikalau diatur pembatasannya diatas usia KTP 17 tahun didalam UU, akan menimbulkan diskriminasi terhadap warga negara.
Pembatasan usia itu sangat berbeda dengan makna dari persyaratan diluar huruf (q) pada Pasal 169 yaitu huruf (a) sampai (p) dan huruf (r) sampai (t) pada Pasal 169 UU Nomor 7 Tahun 2017 itu. Jadi seyogianyalah persyaratan Capres-Cawapres yang diatur dengan persyaratan Pasal 169 UU Pemilu itu tanpa huruf (q) agar supaya tidak bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (3) UUD 1945.
Dalam menanggapi usulan mengubah usia minimal persyaratan Capres-Cawapres dari usia minimal 40 tahun menjadi usia minimal 35 tahun, Ali Wongso Sinaga yang juga adalah mantan anggota Pansus DPR RI perumus UU Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Pertama UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, mengatakan bahwa MK berdasarkan UUD 1945 dan UU MK yang berlaku adalah negative legislator dimana MK tidak berwewenang merubah frasa atau membuat norma baru seperti dalam konteks pengaturan batasan usia Capres-Cawapres ini. Merubah norma usia minimal 40 tahun menjadi norma usia minimal 35 tahun atau berapa tahunpun, harus melalui open legal policy yang merupakan wewenang DPR RI bersama Presiden sesuai Pasal 20 UUD 1945. Jadi MK tidak berwewenang merubahnya tetapi berwewenang meniadakannya dengan memutuskan tidak lagi berkekuatan hukum yang mengikat karena bertentangan dengan UUD 1945.
Kedua, Warga negara berusia muda memang logikanya secara umum berbanding lurus dengan pengalaman nya yang relatif terbatas sesuai usianya, akan tetapi para tokoh berusia muda bukan berarti tak punya keunggulan terhadap umumnya para tokoh yang berusia tua. Kelebihan para tokoh berusia muda umumnya adalah idealismenya yang tinggi dan dirinya yang masih relatif bersih dari ekses kekuasaan dimana faktor -faktor itu sangat diperlukan dalam rangka membangun kepemimpinan nasional yang kuat dan efektif untuk menjawab tantangan bangsa Indonesia kedepan, khususnya dalam kaitan agar supaya lebih berpeluang berhasil menegakkan supremasi hukum dan memberantas korupsi dimana sangat membutuhkan keteladanan, strong leader dan system building. Kesemuanya itu tentu pada akhirnya kembali pada mekanisme pencalonan Capres-Cawapres oleh Parpol atau gabungan Parpol sesuai UU Pemilu, apakah menggunakan peluang rekrutmen tokoh usia muda itu.
Ketiga, tidak sedikit fakta sejarah pemimpin bangsa di dunia ini yang berusia dibawah 40 tahun ,seperti Sanna Marin didapuk sebagai PM Finlandia pada 2019 dalam usia 34 tahun, Jacinda Ardern PM Selandia Baru dilantik pada usia 37 tahun pada Oktober 2017, Emmanuel Macron menjadi Presiden Perancis pada Mei 2017 dalam usia 39 tahun, dan banyak lagi lain-lainnya.
Berangkat dari ketiga substansi pertimbangan itu, SOKSI memandang jika kita sebagai bangsa sudah waktunya tidak perlu membatasi usia minimum dalam persyaratan capres-cawapres , namun yang penting dan harus adalah perlunya integritas dan kompetensi serta program dari kepemimpinan nasional yang bisa diharapkan kuat dan efektif untuk menjawab tantangan bangsa kedepan dengan melanjutkan Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila terutama dalam kaitan pemantapan persatuan kesatuan bangsa, penegakan supremasi hukum dan pemberantasan korupsi, meningkatkan ekonomi nasional yang kuat dan berkeadilan disertai pendidikan nasional yang kuat.
Sejalan dengan harapan itulah, SOKSI mendukung MK jika meniadakan pembatasan usia minimal Capres -Cawapres dalam UU Pemilu sekaligus menegakkan Konstitusi dalam rangka suksesnya Pemilu 2024 mendatang secara demokratis, konstitusional dan hukum, tegas mantan Anggota DPR RI Periode 2009-2014 itu. (*/Red)